Akidah

Makna Kufur dan Pembagiannya

Muhammad Ichsan, B.A., M.Pd.

ORDER

Makna Kufur dan Pembagiannya
Muhammad Ichsan, B.A., M.Pd.

Secara bahasa, kufur adalah التَّغْطِيَةُ وَ السَّتْر yang berarti tertutup. Karena kufur membuat seseorang tertutup dari cahaya iman. Adapun secara istilah, kufur berarti lawan dari iman. Istilah kufur dapat dikatakan mencakup 2 hal.

  1.  Tidak beriman kepada Allah dan rasul-Nya, baik dilakukan dengan cara mendustakan (takdzib), meragukan (rayb), berpaling (‘iradh), sombong (istikbar), atau karena kemunafikan (nifaq)”.[1]
  2. Melakukan pembatal-pembatal iman.

Kufur apabila ditinjau dari besar kecilnya terbagi menjadi dua macam; kufur akbar dan kufur Asghar.[2]

1. Kufur Akbar

    Kufur akbar adalah segala bentuk dosa yang disebut dengan istilah kufur dalam Al-Qur’an atau As-Sunnah dan menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam.

    Kufur jenis ini berkonsekuensi kekal di dalam neraka apabila pelakunya meninggal dalam kondisi belum bertobat. Apabila diteliti berdasarkan dalil-dalil, terdapat lima model pada kufur akbar.[3]

    a. Kufur takdzib, yaitu mendustakan kebenaran dengan menyatakan kebalikan dari apa yang telah disampaikan oleh Rasul. Seperti tatkala Rasul ﷺ mengajak orang-orang Musyrikin Quraisy kepada tauhid serta melarang dari perbuatan syirik, mereka justru mengatakan bahwa diperbolehkannya syirik dan tidak wajibnya untuk bertauhid.

    Allah ﷻ berfirman,

    وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاۤءَهٗ ۗ اَلَيْسَ فِيْ جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْكٰفِرِيْنَ

    Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan kepada Allah atau orang yang mendustakan kebenaran ketika (kebenaran) itu datang kepadanya? Bukankah dalam (neraka) Jahanam adalah tempat bagi orang-orang kafir?” (QS Ar-Rum: 68)

    Dan salah satu bentuk mendustakan kebenaran adalah dengan mendustakan kenabian Muhammad ﷺ.

    b. Kufur iba wa istikbar, yaitu mengakui bahwa apa-apa yang dibawa oleh nabi Muhammad ﷺ adalah benar, akan tetapi menolak untuk mengikutinya disebabkan kesombongan dan meremehkan beliau, kufur semacam ini seperti kufurnya fir’aun, Abu Thalib, Iblis, dan orang-orang yahudi yang enggan untuk beriman karena mengharapkan secercah dari dunia.

    Allah ﷻ berfirman,

    وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ

    “(Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka, mereka pun sujud, kecuali Iblis. Ia enggan dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan kafir.” (QS. Al-Baqarah: 34)

    c. Kufur as-Syak (keraguan). Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa keraguan dapat menjerumuskan pelakunya ke dalam kekufuran adalah firman Allah ﷻ,

    وَدَخَلَ جَنَّتَهٗ وَهُوَ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖۚ قَالَ مَآ اَظُنُّ اَنْ تَبِيْدَ هٰذِهٖٓ اَبَدًاۙ وَّمَآ اَظُنُّ السَّاعَةَ قَاۤىِٕمَةً وَّلَىِٕنْ رُّدِدْتُّ اِلٰى رَبِّيْ لَاَجِدَنَّ خَيْرًا مِّنْهَا مُنْقَلَبًا قَالَ لَهٗ صَاحِبُهٗ وَهُوَ يُحَاوِرُهٗٓ اَكَفَرْتَ بِالَّذِيْ خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ سَوّٰىكَ رَجُلًاۗ

    Dia memasuki kebunnya dengan sikap menzalimi dirinya sendiri (karena angkuh dan kufur). Dia berkata, “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, aku ragu hari kiamat akan tegak, dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada ini.” Kawannya (yang beriman) berkata kepadanya ketika bercakap-cakap dengannya, “Apakah engkau ingkar kepada (Tuhan) yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan engkau seorang laki-laki yang sempurna?.” (QS. Al-Kahfi: 35-38)

    Karena keraguannya akan adanya hari kiamat, Allah ﷻ pun menyebutnya sebagai golongan yang kufur.

    d. Kufur ‘iradh, yakni kufur yang disebabkan karena berpaling. Disebut berpaling, karena ia telah meninggalkan kebenaran dan berpaling darinya. Rasul ﷺ sudah mengajaknya kepada kebenaran, namun ia tidak mau mempelajarinya dan benci untuk mengamalkan kebenaran tersebut. Baik kebenaran tersebut berupa ucapan maupun perbuatan, baik secara umum maupun yang terperinci.

    Allah ﷻ berfirman tentang model kufur semacam ini,

    وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا عَمَّآ اُنْذِرُوْا مُعْرِضُوْنَ

    Adapun orang-orang yang kufur, mereka berpaling dari peringatan yang diberikan kepada mereka.” (QS. Al-Ahqaf: 3)

    e. Kufur nifaq, yakni kekufuran yang disembunyikan dan Allah banyak mencela pelakunya di dalam Al-Qur’an. Di antaranya adalah firman Allah ﷻ,

    ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ اٰمَنُوْا ثُمَّ كَفَرُوْا فَطُبِعَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُوْنَ

    Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian kufur. Maka, hati mereka dikunci sehingga tidak dapat mengerti.” (QS. Al-Munafiqun: 3)

    2. Kufur Asghor

    Kufur asghor adalah segala bentuk dosa yang disebut dengan istilah kufur, dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah, hanya saja tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.

    Kufur jenis ini tidak berkonsekuensi menjadikan pelakunya kekal di dalam neraka dan tidak sampai membatalkan iman. Namun kufur Asghar tetaplah dianggap sebagai dosa besar.

    Di antara contoh dosa-dosa yang disebutkan penamaannya sebagai bentuk kekufuran, namun belum sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam adalah sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ,

    اِثْنَتَانِ فِي النَّاسِ هُمَا بِهِمْ كُفْرٌ: الطَّعنُ فِي الأَنْسَابِ و النِّيَاحَةُ عَلَى المَيِّتِ

    Ada dua perkara yang dengannya, manusia menjadi kufur: mencela nasab dan meratapi mayat.”[4]

    Begitu pula dengan sabda beliau ﷺ,

    سِبَابُ المُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَ قِتَالُهُ كُفْرٌ

    Mencela muslim merupakan sebuah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran.”[5]

    Begitu pula dengan sabda beliau ﷺ,

    مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ الله فَقَدْ كَفَرَ وَ أشْرَكَ

    Barangsiapa yang bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah kafir dan berbuat syirik.”[6]


    [1] Syarh Mandzumatul Iman (1/80), karya Syekh ‘Isham al-Basyir al-Marakisyi.

    [2] Al Mausu’ah al Aqadiyyah, ad-Durar As-Sunniyyah (6/249), majmu’ah minal muallifin.

    [3] Al-Mufid fii Muhimmatu at-Tauhid (1/230), karya Syekh Abdul Qadir Atho Shufiy.

    [4] Diriwayatkan oleh Muslim nomor 67 jilid 1 di dalam shahihnya pada kitab al-Iman.

    [5] Diriwayatkan oleh al-Bukhari nomor 48 jilid 1 di dalam shahihnya pada kitab al-Iman.

    [6] Diriwayatkan oleh Ahmad nomor 6072 jilid 10 di dalam Musnadnya.

    Related Articles

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *


    Back to top button