
Menyapa Anak dengan Iman
oleh Yan Ferdianza, S.Pd., M.Si.
Saat membaca atau mendengar kisah para sahabat atau tabiin, kita akan terkesima dengan perbuatan mereka selama hidup. Dari apa yang mereka berikan dalam kebaikan, patuh pada perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, serta pengorbanan harta dan bahkan nyawa untuk Islam. Apa yang membuat mereka sangat baik dalam beramal, sangat setia dalam ketaatan, dan sangat besar pengorbanannya?
Jawabannya yaitu Iman. Iman adalah hal yang membuat mereka seperti itu, membuat hati mereka penuh cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, memberikan kekuatan saat tubuh mulai lemah, mendorong mereka tanpa perlu berpikir lama, membuat mereka rela menjual diri dan harta demi surga.
Rasulullah ﷺ telah melakukan pekerjaan penting dengan izin Allah ﷻ untuk menguatkan iman para sahabat. Iman inilah yang memandu mereka dalam bertindak sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, seolah-olah surga dan neraka terbuka di depan mereka. Rasulullah selalu berbicara kepada para sahabat dengan bahasa iman.
Berdasarkan contoh yang diberikan oleh Rasulullah, kita akan belajar seperti yang diajarkan kepada para sahabat dan tabiin. Mencoba melakukan sesuatu dengan metode yang sama. Kita ingin memulai dengan keyakinan, seperti yang mereka lakukan di awal.
Ada cara yang tepat dan ada cara yang salah dalam mendidik anak. Tahapan yang benar adalah tahapan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ ketika mengajari para sahabatnya. Tahapan yang sudah dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ adalah prosedur paling benar dan terbaik. Karena tahapan itu didasarkan pada wahyu. Artinya, Rasulullah ﷺ melakukan itu dengan petunjuk dan bimbingan dari Allah ﷻ. Maka itu adalah yang terbaik dan sudah terbukti berhasil dalam membentuk generasi sahabat yang luar biasa.
Oleh karena itu, ada yang aneh ketika seorang muslim memilih menggunakan metode non-muslim. Metode dari negara barat tidak berdasarkan wahyu dan belum terbukti menghasilkan generasi hebat. Seperti apa tahapan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad ﷺ? Jundub bin Abdullah Radhiyallahu ‘Anhu memaparkan tahapan tersebut,
«كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ، فَتَعَلَّمْنَا الْإِيمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ الْقُرْآنَ، ثُمَّ تَعَلَّمْنَا الْقُرْآنَ فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا»
“Dahulu saat kami masih anak-anak bersama Rasulullah ﷺ , kami belajar iman sebelum belajar Al-Qur’an. Setelah itu kami baru belajar Al-Qur’an. Sehingga iman kami pun semakin bertambah kuat.” (HR. Ibn Majah dan dinilai sahih oleh al-Albani)
Belajar iman adalah memahami nilai-nilai Al-Qur’an sebelum belajar membaca Al-Qur’an. Pada saat anak belajar cara pengucapan huruf, tajwid, dan membaca Al-Qur’an, artinya anak sudah paham isi ajaran yang terdapat dalam ayat-ayat yang dipelajarinya.
Dalam hal pendidikan anak-anak, kita harus mulai dengan membangun iman terlebih dahulu sebelum hal lain. Berbicaralah kepada mereka dengan hati dalam segala hal. Saat hujan turun, ajaklah untuk berdoa dan memuji Allah Ta’ala yang telah menurunkan hujan. “Allah Maha Baik yang memberikan hujan, yang membuat tanaman tumbuh dan berbuah. Begini kita akan dihidupkan lagi, Nak.” Ketika anak merasa sakit, minta dia untuk berdoa sebelum membicarakan dokter atau obat. Katakanlah, “Nak, Allah yang memberikan penyakit dan Allah juga yang akan menyembuhkannya. Ayah, ibu, dokter, dan obat tidak dapat menyembuhkan kecuali dengan izin Allah ﷻ, karena Allah ﷻ adalah Yang Maha Segalanya.” Teruslah melakukan hal tersebut sampai dia terbiasa menghubungkan segala sesuatu dengan Penciptanya.
Kemudian kita juga bisa menceritakan indahnya surga dan dahsyatnya siksa neraka. Hingga kedua hal tersebut tampak jelas di hadapan mereka, sehingga mereka selalu berpegang teguh pada hal-hal yang dibolehkan untuk memperoleh keindahan surga. Seperti halnya sahabat-sahabat zaman dulu, ketika keimanan melingkupi jiwanya, maka berbagai harta benda bisa diperoleh dengan mudah. Termasuk juga meminta untuk melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu, sekadar berdialog dengan bahasa iman. “Nak, siapa yang ingin dicintai Allah lakukan ini dan itu, siapa yang ingin membangun istana di surga lakukan ini dan itu.” Untuk mengoreksi perkataannya, kami ucapkan “Nak, Allah mendengar dan para malaikat selalu mencatat apa yang kita ucapkan/lakukan.”
Itulah hasil yang diinginkan oleh semua orang tua. Saat anak merasa selalu dekat dengan Allah ﷻ, dia melakukan sesuatu karena ingin memenuhi janji dan meninggalkan sesuatu karena takut akan ancaman Allah ﷻ. Hal itu bisa terjadi pada anak-anak kita, karena mereka memiliki fitrah yang baik. Saat kita terus berbicara dengan mereka seperti itu, kita akan belajar hal-hal tentang iman yang berharga dari mereka, bahkan hal-hal yang belum pernah kita ajarkan. Pada akhirnya, kita berdoa agar Allah ﷻ mengisi hati kita dan generasi penerus dengan iman yang kuat. Teruslah berbicara kepada mereka dengan bahasa iman, ayah bunda.



