Pendidikan

Belajar Iman Dahulu Sebelum Belajar Al-Qur’an

ORDER

Belajar Iman Dahulu Sebelum Belajar Al-Qur’an
Yan Ferdianza, S.Pd., M.Si.

Mukadimah
Menghafal Al-Qur’an sejak dini memang memiliki nilai positif, tetapi yang lebih esensial adalah pemahaman anak terhadap apa yang dihafalnya. Dengan memahami makna isi Al-Qur’an, anak dapat lebih mudah mengamalkannya dan mengerti hakikat iman. Dengan demikian, anak-anak dapat memperkuat keimanannya sambil menghafal Al-Qur’an.

Imam al-Ghazali pernah memberikan kritik tajam terhadap pemahaman iman. Ia berpendapat bahwa kesalahan dalam mengajarkan iman berasal dari pendekatan filsafat. Ironisnya, pandangan ini kini dikenal dengan istilah filsafat Islam, yang juga mendapat sorotan dari Imam al-Ghazali. Ia mengamati berbagai konsep filsafat yang ada, dan berdasarkan logika, ia merumuskan pendapat-pendapat tertentu. Tak jarang kita mendengar pertanyaan tentang esensi Tuhan dan di sana muncul pernyataan seperti, “Jika manusia masuk surga dan neraka, apakah layak Tuhan disebut al-Khalik?” Dengan cara demikian, penceramah yang berpandangan orientalis itu berpotensi merusak pemahaman akidah Islam. Imam al-Ghazali mengkritik pendekatan semacam ini, mengingat bahwa jika suatu pemahaman hanya terhenti di dalam pikiran tanpa diresapi secara mendalam, maka hal tersebut tidak layak disebut iman. Dengan kata lain, apa yang masih hanya tersimpan dalam ingatan seseorang merupakan sebatas pengetahuan ilmiah, bukan keyakinan yang hakiki.

Iman yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ bukanlah sekadar teori yang diungkapkan. Ia lebih pada bagaimana pemahaman yang ada di dalam pikiran dapat meresap ke dalam hati. Imam Hasan Al-Bashri mendefinisikan iman dengan ungkapan, “Apa yang tertancap di hati dan dibuktikan dengan amal. “Dengan kata lain, tidak ada ruang untuk perdebatan akal dalam hal ini. Dikisahkan bahwa suatu malam di bulan purnama, sahabat Nabi, Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, sedang asyik menikmati keindahan langit. Tiba-tiba, Nabi Muhammad ﷺ memegang pundaknya dan bersabda,

 إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ، كَمَا تَرَوْنَ هَذَا القَمَرَ، لاَ تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ

“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian (pada hari Kiamat), sebagaimana kalian melihat bulan Purnama ini. Kalian tidak berdesak-desakan ketika melihat-Nya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Rasulullah ﷺ mengajarkan akidah kepada para sahabatnya dengan menyamakan konsep iman dengan bulan purnama. Salah satu contoh lain tentang pentingnya menanamkan keimanan terlihat jelas dalam situasi pandemi yang kita alami. Banyak orang yang mengalami kehilangan bukan hanya karena virus corona, tetapi juga karena ketakutan yang melanda. Banyak individu yang awalnya merupakan OTG (orang tanpa gejala) mendapati diri mereka positif COVID-19. Karena tekanan dan kepanikan, sebagian dari mereka tidak bisa tidur sepanjang malam dan keesokan harinya jatuh sakit, hingga akhirnya mengalami kematian yang telah ditentukan oleh Allah. Ini menjelaskan mengapa para ahli sering menyatakan bahwa virus ini menyebar begitu cepat akibat dari ketakutan dan stres yang dialami banyak orang.

Di sisi lain, orang-orang yang beriman telah menempatkan tawakal mereka kepada Allah. Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan dan tidak mengabaikan protokol kesehatan yang ada. Tentunya, dengan iman yang kuat, seseorang seharusnya tidak merasa takut akan virus ini. Dengan kata lain, orang yang beriman tidak akan terjerat dalam perasaan takut ataupun sedih. Oleh karena itu, umat Islam diharapkan dapat memahami keyakinan yang ada dalam hati mereka dan terus menanamkan keimanan tersebut dalam diri mereka.

Ada sebuah kisah mengenai seorang Arab Badui yang mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an dari Surah At-Takatsur.

 أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2)
“Bermegah-megahan telah melalaikan kalian, sampai kalian masuk ke dalam kubur.” (QS At-Takatsur: 1-2)

Ketika orang-orang Arab Badui mendengar ayat ini, mereka segera berkata, “Kami akan dibangkitkan. ” Tentu saja, pertanyaan muncul, “Bagaimana mungkin orang Arab Badui yang tinggal di gurun pasir bisa menangkap makna yang begitu dalam? Saya sendiri berharap dapat memahami ayat tersebut dengan menerjemahkannya sebagai, “Pergilah ke kuburmu.” Namun, orang Arab Badui ternyata memahami ayat tersebut dengan jelas, “Kami akan hidup kembali. “Oleh karena itu, pemahaman bahasa Arab sangatlah penting. Lalu, bagaimana orang Arab Badui dapat meresapi makna ayat ini? Mereka menyimpulkan kata ُرْتُمُ (zurtum) yang berasal dari kata ziarah, yang berarti kunjungan sementara.

Itulah mengapa penting untuk menanamkan keimanan melalui pemahaman yang mendalam tentang isi Al-Qur’an. Kita seharusnya tidak hanya fokus pada banyaknya hafalan, tetapi juga pada makna yang terkandung di dalamnya. Rasulullah ﷺ telah mengingatkan kita akan pentingnya mempelajari iman sebelum mendalami Al-Qur’an dalam HR Ibnu Majah, At-Thabrani dalam Kitab Al-Mu’jam Al-Kabir artinya, “Dari Jundub bin Abdillah beliau berkata, ‘Dahulu kami ketika remaja bersama Rasulullah ﷺ, kami belajar iman sebelum Al-Qur’an kemudian setelah kami belajar Al-Qur’an bertambahlah keimanan kami. Sedangkan kalian sungguh pada hari ini justru belajar Al-Qur’an dulu sebelum belajar iman.’” (HR Ibnu Majah, At-Thabrani dalam Kitab Al-Mu’jam Al-Kabir)

Referensi
HR Al-Bukhari dan Muslim
QS At-Takatsur Ayat 1-2
HR Ibnu Majah, At-Thabrani dalam Kitab Al-Mu’jam Al-Kabir

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Back to top button