Tazkiyatun Nafs

Zuhud, Kunci Menjadi Adil

ORDER

Zuhud, Kunci Menjadi Adil
Muhammad Ichsan, B.A., M.Pd.

A. Mukadimah
Adil merupakan pilar tegaknya agama dan kehidupan. Dalam Al-Qur’an, Allah ﷻ berfirman,

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat ihsan…” (QS. An-Nahl: 90). Bersikap adil bukanlah perkara yang ringan. Banyak orang terjerumus ke dalam kezaliman karena harta, jabatan, atau kepentingan dunia. Di sinilah letak pentingnya zuhud. Sebab zuhud adalah benteng hati dari segala ambisi duniawi yang sering menjadi sebab utama ketidakadilan.

Adil secara bahasa berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya, atau bersikap seimbang dan tidak zalim.

  1. Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

العدل أساس كل شيء، وهو وضع الشيء في موضعه”

“Adil adalah dasar segala sesuatu, yaitu meletakkan sesuatu pada tempatnya.”[1]

Al-Imam Asy-Syathibi rahimahullah dalam Al-Muwafaqat menjelaskan bahwa adil adalah,

العدل عبارة عن التوسط بين الإفراط والتفريط”

“Adil adalah posisi tengah antara berlebih-lebihan dan meremehkan.”
(Al-Muwafaqat, 2/286)

Syekh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata,

“العدل هو أداء الحقوق، والقيام بالواجبات، ووضع الأمور في مواضعها”

“Adil adalah menunaikan hak-hak, melaksanakan kewajiban-kewajiban, dan menempatkan perkara pada tempatnya.” (Tafsir As-Sa’di, tafsir QS. An-Nahl: 90)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Al-Majmu’ menjelaskan adil dalam konteks hukum sebagai,

العدل هو الاستقامة على أمر الله تعالى في الأقوال والأفعال والنِّيّات”

“Adil adalah konsisten berada di atas perintah Allah dalam ucapan, perbuatan, dan niat.”
(Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, 5/271)

B. Makna Zuhud
Zuhud bukan berarti miskin atau meninggalkan urusan dunia. Zuhud adalah perkara di dalam hati. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Zuhud adalah kosongnya hati dari dunia, bukan kosongnya tangan darinya. Orang yang zuhud adalah yang apabila diberi ia bersyukur, dan apabila ditahan darinya, ia bersabar.” [2]

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah juga menjelaskan, “Zuhud terhadap dunia adalah tidak terlalu berharap kepada yang ada di tangan manusia dan lebih berharap kepada yang di sisi Allah.”

C. Zuhud Mengantarkan pada Keadilan
Seseorang yang zuhud tidak silau dengan kekayaan, tidak tunduk pada tekanan jabatan, dan tidak mudah dibeli oleh harta. Ia akan bersikap adil karena tidak ada yang membelenggu hatinya kecuali rasa takut kepada Allah ﷻ.

Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan, “Orang yang zuhud akan jujur dalam ucapannya, lurus dalam hukumnya, dan adil dalam perkaranya, karena ia tidak dikendalikan oleh hawa nafsu dan kepentingan pribadi.”[3]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Apabila seorang hakim tidak zuhud terhadap dunia, maka ia akan tergelincir dalam kezaliman. Karena orang yang mencintai dunia akan condong kepada orang yang bisa memberinya dunia.”

D. Mengapa Zuhud Menjadi Kunci Adil?
Orang yang zuhud akan lebih mudah berlaku adil, karena ia tidak silau dengan harta, sehingga tidak menyimpang demi kekayaan. Ia tidak haus pujian, sehingga tidak berlaku curang demi popularitas. Ia tidak takut kehilangan jabatan, sehingga tidak menzalimi orang demi mempertahankan kekuasaan.

Zuhud membuat seseorang berani berkata benar, meskipun pahit. Ia tidak takut celaan manusia, karena hatinya terpaut kepada Allah ﷻ, bukan kepada makhluk. Allah ﷻ berfirman, “Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Ma’idah: 8)

E. Penutup
Di tengah masyarakat yang cenderung materialistik, zuhud menjadi modal penting untuk menjaga keadilan. Baik sebagai pemimpin, guru, orang tua, maupun rakyat biasa, semuanya dituntut untuk berbuat adil. Tidak ada yang lebih kuat membantu seseorang untuk adil selain hati yang tidak terikat pada dunia. Zuhud bukan pilihan sampingan, ia adalah kunci menuju adil, dan keadilan adalah jalan menuju surga. “Sesungguhnya orang-orang yang adil akan berada di sisi Allah di atas mimbar-mimbar dari cahaya…” [4]

#Al-Ma’tuq #Al-Mathba’ah #Zuhud #Adil


[1] Ibnul Qayyim, Madarijus Salikin, (2/396).
[2] Ibnul Qayyim, Madarijus Salikin, (2/20)
[3] Ibnul Qayyim, Madarijus Salikin, (2/197).
[4] HR. Muslim, no. 1827.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Back to top button