Sejarah dan Kisah

Sejarah Memanah dalam Islam

Yan Ferdianza, S.Pd., M.Si.

ORDER

Sejarah Memanah dalam Islam
Oleh Yan Ferdianza, S.Pd., M.Si.

Sebagai salah satu jenis olahraga modern, panahan tidak sepopuler sepak bola, bulu tangkis, atau bola basket. Bagi umat Islam, panahan memiliki posisi istimewa karena disunahkan oleh Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya, “Segala sesuatu yang tidak mengandung dzikirullah padanya, maka itu adalah kesia-siaan dan main-main kecuali empat perkara, yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” (HR. An-Nasai no. 8890)

Selain itu, Uqbah bin Amir berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ saat berada di atas mimbar bersabda, “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.” Di sini sudah jelas bahwa memanah merupakan sebuah kekuatan sejati kaum muslimin. Olahraga panahan penting bagi umat Islam untuk dipelajari. Olahraga panahan tidak hanya bermanfaat bagi kita, tetapi juga membawa kebaikan bagi perkembangan umat Islam. Pada zaman Rasulullah ﷺ dan khulafaurasyidin, memanah merupakan alat yang penting dalam peperangan. Seseorang yang mahir memanah pada waktu itu bisa membantu kaum muslimin meraih kemenangan dalam pertempuran yang berbeda.

Kemudian, sikap yang penting dalam belajar panahan adalah kesabaran. Mungkin setiap orang yang baru belajar tidak langsung bisa membidik target dengan tepat. Pesannya adalah tidak baik untuk mengkritik orang lain jika ia meleset dalam melontarkan anak panah, karena setiap orang memiliki kemampuan sendiri yang unik dan orang yang mengkritik belum tentu lebih baik. Lebih baik bagi pemanah adalah berbagi teknik memanah yang benar daripada saling mencela. Selain itu, pemanah juga tidak boleh menembak hal-hal yang jelas-jelas dilarang, seperti menembak tumbuhan atau hewan, kecuali hewan buruan yang berada di tengah hutan untuk dimakan.

Dalam kisah nyata, keahlian memanah dianggap sebagai faktor penting dalam kemenangan pasukan yang dipimpin oleh Sultan Muhammad Alfatih dalam penaklukan Konstantinopel pada abad ke-15 Masehi. Selama operasi penaklukan, pasukan terlebih dahulu berenang melintasi Selat Bosphorus. Kemudian, mereka berkuda sambil melemparkan ribuan anak panah untuk mengacaukan pasukan musuh. Akhirnya, mereka berhasil memenangkan pertempuran ini.

Sejak dahulu, para ilmuwan Islam telah menyatakan bahwa seni memanah adalah bidang ilmu yang bisa ditingkatkan dan dipelajari lebih lanjut untuk mencapai hasil yang lebih baik dan sempurna. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa olahraga memanah telah ada sejak penyebaran agama Islam. Salah satunya adalah keterangan dalam sejumlah teks yang menunjukkan adanya pembahasan mengenai panahan, baik yang digunakan dalam peperangan maupun olahraga. Ini bukanlah hal yang mengejutkan karena memanah sudah tertanam dalam budaya Islam.

Ada seorang sahabat Nabi ﷺ yang memiliki kemampuan luar biasa sebagai pemanah terbaik dalam sejarah Islam. Dia adalah Sa’ad bin Abi Waqqash Malik Al-Qurashi Al-Zuhri radhiyallahu ‘anhu yang terkenal sebagai orang pertama yang menggunakan panah di jalan Allah ﷻ. Keajaiban terjadi saat busur panah selalu mengenai sasaran, tanpa pernah meleset. Sa’ad bin Abi Waqqash lahir pada tahun 595 Masehi atau 23 tahun sebelum Hijrah. Ia termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga oleh Nabi Muhammad ﷺ.

Dia salah satu dari orang pertama yang memeluk agama Islam. Sa’ad bin Abi Waqqas adalah sahabat Nabi Muhammad ﷺ dan salah satu dari enam anggota dewan syura yang dipilih oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu untuk memilih khalifah setelahnya. Sa’ad dikenal sebagai pemanah terampil pertama dalam sejarah Islam. Sejak kecil, dia suka sekali memanah dan membuat busur panah sendiri. Dia adalah salah satu kesatria yang melindungi Baginda Nabi Muhammad ﷺ.

Salah satu kelebihan Sa’ad bin Abi Waqqash adalah dia ikut dalam setiap peperangan bersama Nabi Muhammad ﷺ. Dia menyaksikan pertempuran Badar dan Uhud, serta tetap bertahan di Uhud ketika yang lain berpaling. Beliau berdiri kokoh di Uhud bersama Rasulullah ﷺ ketika memimpin umat. Sampai-sampai Al-Zuhri berkata, “Pada hari Uhud, Sa’ad menembakkan seribu anak panah.” Nabi bersabda kepadanya, “Tembak, semoga ayah dan ibuku sebagai gantinya untukmu.” Beliau juga menyaksikan pertempuran Khandaq dan berjanji setia di Hudaybiyyah. Sa’ad ikut melihat perang Khaibar dan penaklukan mekah. Saat itu, dia membawa salah satu dari tiga panji Muhajirin.

Dari Qais, ia berkata, aku mendengar Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sungguh aku adalah orang Arab yang pertama kali melepaskan anak panah fii sabilillah.” (HR. Al-Bukhari)
Sa’ad menuturkan, bahwa Rasulullah ﷺ pernah berdoa,

اللَّهُمَّ سَدِّدْ رَمْيَهُ وَ أَجِبْ دَعْوَتَهُ

“Ya Allah, jadikanlah bidikan anak panahnya jitu dan kabulkan doanya.” (Riwayat Al Hakim dalam Al Mustadrak, no. 4314).

Selain mahir memanah, Sa’ad bin Abi Waqqash juga terkenal sebagai sahabat yang doanya selalu dikabulkan. Dia memimpin perang Al-Qadisiyyah melawan Persia dan menyebarkan Islam ke China pada tahun 651 M. Sa’ad bin Abi Waqqash meninggal pada tahun 674 M di Madinah saat berusia 79 tahun. Beberapa orang menyebutnya usia 80 tahun. Beliau dikebumikan di Pemakaman Baqi, Madinah.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Back to top button