Tawakal, Kunci Keberhasilan (Bag. 2)

Tawakal, Kunci Keberhasilan (Bag. 2)
Muhammad Ichsan, B.A., M.Pd.
A. Tawakal Menurut Pandangan Ulama
Para ulama Ahlussunnah menegaskan bahwa tawakal adalah gabungan antara usaha dan keimanan yang kuat kepada Allah.
- Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Tawakal adalah amal hati yang harus disertai dengan usaha lahiriah.” Beliau menekankan bahwa seseorang tidak boleh meninggalkan sebab-sebab yang diperintahkan oleh syariat dengan dalih bertawakal.
- Ibnu Rajab Al-Hanbali menjelaskan bahwa tawakal bukan berarti meninggalkan usaha, tetapi memahami bahwa usaha hanyalah sarana, sedangkan hasilnya bergantung kepada ketentuan Allah.
- Ibnu Qayyim Al-Jauziyah membagi tawakal menjadi beberapa tingkatan, di antaranya bergantung sepenuhnya kepada Allah dalam segala urusan, meyakini bahwa hanya Allah yang mendatangkan manfaat dan menolak mudarat, dan mengambil sebab yang diperintahkan syariat, tetapi tidak bergantung kepadanya.
- Bisyr bin Al-Harits berkata tentang tawakal,
اضْطِرَابٌ بِلَا سُكُونٍ، وَسُكُونٌ بِلَا اضْطِرَابٍ
“Bergerak tanpa tenang dan tenang tanpa ada gerakan.”[1]
Maksudnya adalah seseorang bergerak dengan badan dalam melakukan usaha dan seseorang tidak menggantungkan hati kepada sebab akan tetapi menenangkan jiwanya dengan menyerahkannya kepada Allah ﷻ. Maka yang dinamakan tawakal yang sesungguhnya adalah melakukan sebab, namun perkara hasilnya diserahkan kepada Allah ﷻ. Yaitu tanpa ada penyandaran hati kepada makhluk.
- Abu Hatim berkata,
التَّوَكُّلُ هُوَ قَطْعُ الْقَلْبِ عَنِ الْعَلاَئِقِ بِرَفْضِ الْخَلاَئِقِ
“Tawakal adalah memutuskan hati dari segala ikatan dengan menolak makhluk.”[2]
B. Kiat Agar Bertawakal dengan Benar
Para ulama Ahlusunnah wal Jama’ah menekankan bahwa tawakal adalah amalan hati yang menunjukkan sempurnanya iman seseorang. Syekh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa tawakal yang benar mencakup dua unsur penting, yakni (1) bersandar sepenuhnya kepada Allah dalam mewujudkan kebaikan dan menolak keburukan dan (2) melakukan sebab-sebab yang diperbolehkan secara syar’i dan kebiasaan (urf). Beliau berkata, “Termasuk tawakal yang sempurna adalah bersandar kepada Allah dalam memperoleh sesuatu yang bermanfaat, baik urusan agama maupun dunia, serta menolak hal yang berbahaya, sembari mengerahkan kemampuan untuk mengambil sebab-sebab yang diperbolehkan.”[3]
Dari sini dapat dipahami bahwa agar dapat bertawakal secara benar, ada beberapa kiat penting.
a. Mengenal Allah dengan baik, terutama nama-nama dan sifat-sifat-Nya seperti Ar-Razzaq dan Al-Kafi. Semakin seseorang mengenal Tuhannya, semakin ia yakin hanya Allah tempat bergantung.
b. Menyadari kelemahan diri dan keberhasilan hanya dengan izin Allah ﷻ. Menggabungkan tawakal dengan ikhtiar, sebagaimana Nabi ﷺ bersabda, “Ikatlah untamu, lalu bertawakallah.” [4]
c. Memperbanyak doa dan istighfar untuk membersihkan hati dan menguatkan iman. Termasuk dalam hal ini adalah membaca dan mentadaburi Al-Qur’an, karena banyak ayat yang memperkuat makna tawakal, seperti di dalam QS. At-Talaq: 3.
Dengan tawakal yang benar, seorang hamba akan meraih keberhasilan hakiki, yaitu rida Allah, ketenangan hati, dan keberuntungan dunia-akhirat.
C. Contoh Keberhasilan Tawakal dalam Kehidupan
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak contoh keberhasilan yang lahir dari perpaduan antara usaha dan tawakal.
- Para Nabi dan Rasul
Nabi Nuh alaihi salam membangun bahtera atas perintah Allah ﷻ. Meskipun mendapat hinaan dari kaumnya, ia tetap bergantung kepada Allah tentang hasilnya. Nabi Musa alaihi salam berusaha keluar dari Mesir bersama Bani Israil dan ketika terdesak di depan Laut Merah beliau tetap bertawakal hingga Allah ﷻ membelah lautan. Nabi Muhammad ﷺ juga mengatur strategi matang dalam hijrah ke Madinah, namun tetap menyerahkan hasilnya kepada Allah ﷻ.
2. Para Sahabat dan Ulama
- Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu dikenal sebagai pemimpin yang bijak dan kuat dalam mengambil keputusan, tetapi beliau tetap meyakini bahwa keberhasilan datang dari Allah ﷻ.
- Imam Al-Bukhari berusaha keras mengumpulkan hadis, namun beliau tetap bergantung kepada pertolongan Allah ﷻ dalam pekerjaannya dengan salat dua rakaat setiap kali hendak menulis satu hadis.
3. Dalam Kehidupan Modern
Seorang pedagang muslim yang bertawakal kepada Allah ﷻ , ia akan tetap menjalankan bisnis dengan cara halal dan menjauhi cara-cara yang haram. Ia percaya bahwa rezekinya telah ditentukan oleh Allah ﷻ. Seorang pelajar yang bertawakal akan belajar dengan sungguh-sungguh, tetapi tidak cemas berlebihan karena ia yakin bahwa Allah ﷻ yang menentukan hasil akhirnya.
D. Kesimpulan
Tawakal adalah kunci keberhasilan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Ia bukan hanya sekadar sikap pasrah, tetapi merupakan kombinasi antara usaha yang maksimal dan penyerahan penuh kepada Allah ﷻ. Para ulama Ahlussunnah telah menjelaskan bahwa tawakal harus disertai dengan usaha dan doa. Dengan memahami konsep tawakal yang benar, seorang muslim akan menjalani hidup dengan penuh ketenangan, optimisme, dan keberkahan dari Allah ﷻ. Dengan demikian seseorang tidak akan bergantung kepada selain Allah ﷻ.
[1] Hilyah Al-Auliya, Abu Nu’aim, (8/351)
[2] Roudhoh Al-‘Uqola, Ibnu Hibban, (1/156)
[3] Taisirul Karimir Rahman, tafsir QS. Al-Maidah: 23, hlm. 225.
[4] HR. Tirmidzi.



