Sejarah dan Kisah

Kisah Manajemen Waktu Imam Nawawi

ORDER

Kisah Manajemen Waktu Imam Nawawi
M. Abdul Muiz, S.Pd.

Yahya bin Syaraf Al-Haurani atau lebih dikenal dengan Imam Nawawi adalah ulama bermadzhab Syafi’i yang cukup dikenal di lingkungan kita. Aktivitas sehari-hari beliau mencerminkan sosok individu yang menghargai waktu dengan baik dan diisi dengan berbagai hal yang bermanfaat.

Dalam kitab Tadzkiratul Huffazh (IV: 1472) karya Imam Adz-Dzahabi, serta Ibnu Qadhi Syuhbah dalam Thabaqat Asy-Syafi’iyyah (II: 194), terdapat penjelasan mengenai biografi Imam Nawawi (Yahya bin Syaraf Al-Haurani). Ia merupakan seorang imam, hafizh yang sangat terkenal, menjadi teladan, syaikhul Islam, dan pemimpin para wali. Nama lengkapnya adalah Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf bin Murri Al-Hizami Al-Haurani Asy-Syafi’i yang menulis berbagai karya yang sangat bermanfaat.

Selama Dua Tahun Imam Nawawi Nyaris Tak Pernah Tidur

Imam Nawawi dilahirkan pada tahun 631 H di desa Nawa yang terletak di wilayah Hauran. Di tahun 649 H ia pergi ke Damaskus dan menetap di sana, tepatnya di Madrasah Ar-Rawahiyyah, di mana ia biasa mengonsumsi roti yang disediakan oleh institusi tersebut. Ia menyatakan, “Saya tinggal di sana selama dua tahun dan dalam kurun waktu itu, saya hampir tidak pernah tidur.” Dalam waktu 4,5 bulan, beliau berhasil menghafal kitab At-Tanbih dan membaca 1/4 kitab Al-Muhadzdzab dengan menghafal dihadapan gurunya, Kamal Ishaq bin Ahmad.

Setiap Hari Imam Nawawi Membaca 12 Materi Pelajaran

Salah satu muridnya, yaitu syekh Abul Hasan bin Al-Aththar menyatakan, “Imam Muhyiddin pernah mengatakan bahwa setiap hari ia mempelajari 12 materi di depan para syekhnya, lengkap dengan penjelasan dan koreksinya. Ini termasuk dua materi dari kitab Al-Wasith yang membahas tentang ilmu fikih, satu materi dari kitab Al-Muhadzazab yang juga membahas fikih, satu materi dari Al-Tam’u bainash Shahihain mengenai ilmu hadis, satu materi dari Shahih Muslim, satu materi dari Al-Luma’ karangan Ibnu Jinni tentang ilmu nahwu, satu materi dari kitab Ishlahul Manthiq mengenai ilmu bahasa, satu materi tentang saraf, satu materi mengenai usul fikih dengan rujukan pada kitab Al-Luma’ karya Ibnu Ishaq dan kitab Al-Muntakhab karya Fakhruddin Ar-Razi, satu materi tentang nama-nama perawi, satu materi mengenai ushuluddin, dan satu materi tentang nahwu.” Beliau juga menambahkan, saya pun memberikan komentar pada semua yang berhubungan dengan penjelasan buku-buku tersebut, melakukan revisi terhadap ungkapan, serta merapikan bahasanya. Semoga Allah ﷻ memberkahi waktuku.

Imam Nawawi Tidak Makan kecuali hanya Sekali dalam Sehari Semalam

Abul Hasan bin Al-Aththar menceritakan, “Guru kami pernah memberitahuku bahwa beliau tidak pernah menyia-nyiakan waktunya, baik pada malam maupun siang. Beliau selalu berfokus pada pembelajaran. Bahkan saat di perjalanan, beliau masih meluangkan waktu untuk mengulang atau mempelajari kembali materinya. Hal itu berlangsung selama enam tahun.

Setelah periode itu beliau mulai menulis, menghasilkan karya, memberikan nasihat, dan menyampaikan kebenaran. Dalam sehari semalam, beliau hanya makan sekali, yaitu setelah waktu Isya. Selain itu, beliau tidak minum kecuali saat makan sahur. Beliau juga menghindari konsumsi buah-buahan dan mentimun. Beliau menjelaskan, dengan mengonsumsi buah tersebut dikhawatirkan tubuhnya menjadi nyaman dan bisa memicu untuk tertidur. Beliau pun tidak sempat menikah.

Mengurangi konsumsi makanan dan minuman tentu berkaitan dengan kondisi masing-masing individu, begitu pula dengan menikmati buah-buahan. Jangan sampai meninggalkannya justru berdampak buruk bagi diri sendiri. Ada sebagian orang yang memiliki larangan seperti itu karena takut kehilangan semangat dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, apa yang dianggap larangan oleh Imam Nawawi mungkin tidak sama bagi orang lain. Semoga Imam Nawawi dapat menjadi panutan bagi kita dalam memanfaatkan waktu untuk kebaikan, dengan mengisi setiap harinya dengan pengetahuan, amal, dan dakwah.

Kehidupan Imam Nawawi serba Keras dan Kekurangan

Beliau senantiasa sibuk dengan kegiatan menulis, menyebarkan pengetahuan, beribadah, membaca berbagai doa, berpuasa, serta banyak berzikir. Ia menunjukkan kesabaran dalam menjalani hidup yang penuh tantangan, baik dalam hal makanan maupun pakaian yang merupakan kebutuhan mendasar dan tidak bisa ditawar. Pakaian beliau terbuat dari kain katun, sedangkan sorbannya terbuat dari kulit dengan ukuran kecil. Beliau meninggal dunia pada tahun 676 H. Meskipun usianya hanya 45 tahun, tetapi beliau meninggalkan banyak karya yang luar biasa. Jika dihitung berdasarkan usia beliau, setiap harinya ia menghasilkan tulisan yang setara dengan empat buku.

Daftar Pustaka

Syekh Abdul Fattah. (2012). Qimatuz Zaman ‘indal ‘Ulama’ (Manajemen Waktu Para Ulama). Jawa Tengah: Zamzam Mata Air Ilmu

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc. (2012). Imam Nawawi, Waktunya Selalu Sibuk dengan Belajar. Ambon: Rumaysho.com

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Back to top button