
Every One is Number One
oleh Rizky Nurhassani Pratama, Lc.
Allah Subhanahu Wata’ala Maha Kuasa. Seluruh ciptaan-Nya yang di langit dan di bumi merupakan grand design, siapa pun tidak akan pernah mampu menghadirkan hal yang sama meski hanya 1 %. Bahkan dalam penciptaan makhluk yang kecil dan mungkin dianggap remeh, Allah Subhanahu Wata’ala memberikan perumpamaan dengannya, contohnya seperti nyamuk. Seekor nyamuk pun hisapannya mampu menembus kulit gajah, kerbau, atau unta yang ukuran badannya berkali-kali lebih besar darinya.
Maksud dari perumpamaan itu adalah Allah Subhanahu Wata’ala telah memberikan kebenaran yang tidak perlu diragukan lagi. Tetapi sebaliknya, orang-orang kafir masih menyikapi semuanya dengan perilaku ingkar. Maka, melalui surah Al-Baqarah ayat 26, Allah Subhanahu Wata’ala memberikan petunjuk bagi orang-orang yang memang benar-benar mencari dan menginginkannya. Sebaliknya, akan ada banyak orang yang menuju kesesatan, karena tidak mencari dan menginginkan kebenaran yang telah Allah Subhanahu Wata’ala tunjukkan.
Apalagi dengan penciptaan manusia yang syarat akan kerumitan dari A sampai Z. Seperti sel dalam tubuh yang merupakan struktur fungsional paling kecil pada suatu organisme adalah bukti tak terbantahkan lagi akan kekuasaan Allah Subhanahu Wata’ala. Manusia diciptakan dengan bentuk paling sempurna dibanding penciptaan makhluk yang lain sebagai modal dasar dalam mengarungi lautan kehidupan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala dalam surah At-Tin ayat ke 4,
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Allah Subhanahu Wata’ala pun memberikan modal lain berupa akal yang dapat menyerap ilmu pengetahuan dan dapat mengejawantahkannya lewat perilaku agar bisa survive dalam kehidupan. Dengan anugerah yang telah dititipkan Allah Subhanahu Wata’ala, manusia menjadi makhluk yang mulia dan diberikan kelebihan sesuai dengan firman Allah Subhanahu Wata’ala dalam surah Al-Israa ayat 70,
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
Karenanya dengan segala kemampuan yang Allah Subhanahu Wata’ala anugerahkan, seyogyanya manusia dapat mengidentifikasi segala bentuk potensi yang hadir ini tidak hanya sebagai penghias semata, pasti ada yang menciptakan dan pasti ada sebab penciptaannya. Orang-orang Islam sesuai ajaran syariat, menerjemahkannya sebagai segala perangkat-perangkat yang dibekali Allah dalam mengimplementasikan keimanan dalam bentuk peribadahan kepada-Nya.
Namun dewasa ini, banyak sekali manusia yang sebagian besar kaula muda merasa kehidupan ini hanyalah sebuah kesia-siaan. Silih bergantinya episode hari lewat pergantian siang malam dan segala intrik kehidupan hanya ditanggapi sebagai angin lalu yang tiada artinya. Sangat tidak heran virus putus asa atau hope less feeling mewabah pada kaula muda saat ini. Kondisi ini membunuh mereka secara perlahan dengan tidak mengembangkan segala potensi dimilki lewat dogma yang mereka buat sendiri. Sebagai contoh ada ungkapan, “Tidak berarti ada dan tidaknya diriku pada hidup ini, hidup dan mati sama saja.” Pada akhirnya pantaslah peribahasa hidup segan mati tak maudisematkan pada mereka.
Berkaca pada proses terbentuknya manusia itu sendiri, ilmu pengetahuan sudah mendeskripsikan awal mula terbentuknya kehidupan dari mulai sel sperma yang begitu banyak jumlahnya hingga 200.000.000[1]. Dari jumlah sangat banyak itu, yang berhasil menembus hanya satu saja. Hal ini menjadi isyarat bahwa kehidupan merupakan sesuatu yang sangat mahal dan dapat dimaknai bahwa kita yang saat ini menenggak segarnya air minum, melahap lezatnya makanan, serta menghirup segarnya angin di pagi hari merupakan pemenang dari sayembara alamiah yang ada ketika di dalam rahim ibu.
Maka, seyogyanya makna filosofis dari sayembara ini yang menjadi tolok ukur dan kerangka berpikir bagi yang sedang dirundung rasa putus asa. Makna ini bisa menjadi bahan bakar dan pelecut asa untuk membangun harapan dalam mengembangkan potensi yang telah Allah Ta’ala berikan kepada mereka. Artinya setiap dari kita ini dasarnya adalah sang juara, everyone is number one. Tidaklah Allah Ta’ala menciptakan kita semua dengan sia-sia. Hiduplah seakan-akan hari ini adalah hari milik kita. Sebagaimana nasihat Dr. Abdullah A’id Al-Qarni dalam bukunya yang best seller Laa Tahzan, “Umur Anda mungkin tinggal hari ini, maka anggaplah masa hidup Anda hanya hari ini. Pada hari ini pula sebaiknya Anda mencurahkan seluruh perhatian, kepedulian, dan kerja keras dengan tekad mempersembahkan kualitas salat yang paling khusyuk, zikir dengan sepenuh hati, keseimbangan dalam segala hal, kerelaan dengan semua yang Allah berikan, perhatian terhadap keadaan sekitar, serta perbuatan baik terhadap sesama.”[2]
[1] https://nationalgeographic.grid.id/read/133324303/dari-200-juta-mengapa-hanya-1-sperma-yang-dapat-membuahi-sel-telur?page=all#google_vignette
[2] لا تحزن Dr. Abdullah A’id Al-Qarni hal 11,



