
Hidro-Meteorologi: Fenomena dan Dampaknya di Sukabumi
Rudi Hartono, S.Pd., M.Si.
Hidro-meteorologi adalah cabang ilmu yang mempelajari interaksi antara proses atmosfer dan hidrologi, seperti hujan, banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Sukabumi, dengan topografi yang beragam dan curah hujan yang tinggi, sering menjadi wilayah yang rentan terhadap bencana hidro-meteorologi. Fenomena ini tidak hanya memberikan dampak ekologis, tetapi juga mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Dalam tulisan ini, kita akan menjelaskan fenomena hidro-meteorologi yang melanda Sukabumi secara rinci dari sudut pandang sains.
Topografi Sukabumi dan Faktor Risiko
Sukabumi memiliki topografi yang bervariasi, mulai dari dataran rendah hingga pegunungan. Wilayah ini juga terletak di antara dua lempeng tektonik aktif, yaitu Lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Kombinasi ini membuat Sukabumi rentan terhadap gempa bumi, yang dapat memperburuk dampak bencana hidro-meteorologi seperti tanah longsor. Selain itu, tanah di Sukabumi sebagian besar terdiri dari tanah vulkanik muda yang subur, tetapi mudah jenuh air. Ketika curah hujan tinggi terjadi, kemampuan tanah untuk menyerap air menurun, yang mengakibatkan peningkatan risiko erosi dan tanah longsor.
Curah Hujan Tinggi dan Pola Cuaca
Curah hujan di Sukabumi rata-rata mencapai 3.000-4.000 mm per tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Fenomena seperti La Nina sering kali memperburuk intensitas hujan di wilayah ini. La Nina adalah fenomena klimatologis yang ditandai oleh pendinginan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian timur, yang berdampak pada peningkatan curah hujan di Indonesia. Akibatnya, Sukabumi sering menghadapi banjir bandang dan genangan air di daerah rendah.
Banjir Bandang
Banjir bandang adalah salah satu bentuk bencana hidro-meteorologi yang paling sering melanda Sukabumi. Fenomena ini biasanya terjadi akibat curah hujan ekstrem dalam waktu singkat, yang menyebabkan aliran air sungai meluap dan membawa material seperti lumpur, batu, dan kayu. Sungai-sungai di Sukabumi, seperti Sungai Cimandiri, sering mengalami peningkatan debit air secara tiba-tiba selama musim hujan.
Dari perspektif sains, banjir bandang terjadi ketika intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah dan daya tampung sungai. Air yang tidak terserap oleh tanah akan mengalir dengan cepat di permukaan, membawa material yang longgar di sepanjang jalurnya. Faktor lain seperti penggundulan hutan di hulu sungai juga memperburuk situasi, karena mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air hujan.
Tanah Longsor
Tanah longsor sering terjadi di wilayah pegunungan Sukabumi, terutama di daerah dengan kemiringan lereng yang curam. Ketika hujan deras berlangsung, tanah yang jenuh air kehilangan kohesi dan menjadi tidak stabil. Proses ini dikenal sebagai pelonggaran tanah, yang memicu pergerakan material ke bawah lereng.
Dari sudut pandang ilmiah, kejadian tanah longsor dapat dijelaskan melalui konsep sudut kemiringan kritis. Ketika berat air yang terserap tanah melebihi daya dukungnya, tanah akan mulai bergerak. Di Sukabumi, kejadian ini sering diperburuk oleh aktivitas manusia seperti pembangunan tanpa perencanaan yang baik, serta penebangan hutan yang mengurangi vegetasi penahan tanah.
Kekeringan
Meskipun curah hujan di Sukabumi relatif tinggi, kekeringan tetap menjadi ancaman selama musim kemarau panjang. Fenomena ini sering kali disebabkan oleh distribusi curah hujan yang tidak merata sepanjang tahun. Ketika curah hujan lebih terkonsentrasi pada musim hujan, cadangan air tanah menipis selama musim kemarau. Kekeringan ini berdampak pada pertanian, yang menjadi sumber penghidupan utama bagi banyak masyarakat di Sukabumi.
Dampak Sosial-Ekonomi
Bencana hidro-meteorologi tidak hanya menyebabkan kerugian material, tetapi juga dampak sosial yang signifikan. Banjir dan tanah longsor sering kali memutus akses jalan, mengisolasi desa-desa terpencil di Sukabumi. Selain itu, kerusakan infrastruktur seperti jembatan dan sekolah mengganggu aktivitas sehari-hari masyarakat. Sektor pertanian juga terpukul, dengan kerusakan pada sawah dan ladang yang menyebabkan penurunan hasil panen.
Upaya Mitigasi dan Adaptasi
Untuk mengurangi dampak bencana hidro-meteorologi, diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan ilmuwan. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:
- Rehabilitasi Hutan: Mengembalikan fungsi hutan sebagai penyerap air alami dan penahan tanah.
- Pembangunan Infrastruktur Tahan Bencana: Membangun bendungan, kanal, dan sistem drainase yang efektif untuk mengurangi risiko banjir.
- Pemantauan Cuaca dan Sistem Peringatan Dini: Menggunakan teknologi satelit dan sensor untuk memantau curah hujan dan pergerakan tanah.
- Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat: Mengedukasi masyarakat tentang cara menghadapi bencana dan pentingnya menjaga lingkungan.
Fenomena hidro-meteorologi di Sukabumi adalah pengingat bahwa manusia harus hidup selaras dengan alam. Pengelolaan lingkungan yang buruk memperburuk dampak bencana, sementara langkah-langkah konservasi dapat membantu mengurangi risiko. Dengan pendekatan berbasis sains dan kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem, masyarakat Sukabumi dapat menghadapi tantangan ini dengan lebih baik. Seperti firman Allah ﷻ dalam Al-Qur’an, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 56)
Daftar Pustaka
Sulaiman, N. and Setiawan, B. I. (2023). “Hydro-Meteorological Hazards and Their Socio-Economic Impacts: A Case Study in West Java.” Journal of Environmental Management, 345, 117652.



