
Santri Menulis, Dunia Mendengar
Oleh Muhammad Rafiq Hilal, S.Psi.
Di era digital yang bergerak cepat, informasi menjadi kekuatan yang tak terbantahkan. Siapa yang menguasai informasi, dialah yang mengendalikan dunia—sebuah pandangan yang populer dari Alvin Toffler, seorang penulis dan futurolog ternama. Di balik kepiawaian mengolah berita, dunia jurnalisme sebenarnya menyimpan makna yang lebih dalam, terutama bagi kaum santri. Mereka tidak hanya bisa menjadi pengamat, tetapi juga aktor penting yang memengaruhi dan memberi dampak positif bagi masyarakat.
Mengenal Esensi Jurnalisme
Jurnalisme lebih dari sekadar mengumpulkan dan menyebarkan berita di media massa, baik cetak maupun elektronik. Jurnalisme adalah serangkaian proses yang kompleks, meliputi pengumpulan bahan berita (peliputan), pelaporan peristiwa (reporting), penulisan berita (writing), penyuntingan naskah (editing), hingga penyebarluasan atau penerbitan berita (publishing). Dalam praktiknya, jurnalis adalah individu yang mendedikasikan diri untuk mencari, menulis, dan menyebarkan informasi yang akan membangun pemahaman publik.
Di sini, santri yang memegang prinsip amar makruf nahi mungkar memiliki peluang besar untuk berperan dalam memberikan informasi yang tidak hanya benar tetapi juga bermanfaat dan bermakna. Bagi santri, jurnalistik berfungsi ganda sebagai sarana menyebarkan nilai-nilai Islam dan mendidik masyarakat dengan pengetahuan yang benar, terutama di tengah gempuran informasi yang terkadang menyesatkan.
Mengapa Santri Harus Menjadi Jurnalis?
Santri memiliki potensi besar untuk membawa jurnalisme ke arah yang lebih positif, berbasis nilai-nilai Islami yang luhur. Berikut adalah beberapa alasan mengapa seorang santri sebaiknya mempertimbangkan jalan jurnalisme sebagai profesi maupun kegiatan sehari-hari.
Religius, jurnalistik bisa menjadi bagian dari amar makruf nahi munkar, yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran melalui informasi yang berlandaskan kebenaran.
Edukasi, santri yang terlibat dalam jurnalistik berkontribusi dalam mencerdaskan umat dengan pengetahuan yang bermanfaat.
Ideologi, kegiatan jurnalistik dapat menjadi media bagi santri untuk mengeksternalisasi ajaran Islam dan mengatasi demonologi terhadap agama Islam.
Ekonomi, jurnalisme juga memiliki aspek ekonomis yang bisa menjadi sumber penghasilan, membuka lapangan kerja, dan mendorong santri untuk mandiri secara finansial.
Langkah-Langkah dalam Menulis Berita
Menulis berita yang baik membutuhkan ketelitian dan strategi. Menulis itu seperti belajar mengendarai sepeda, membutuhkan latihan terus-menerus untuk berkembang. Semakin sering berlatih, menulis akan terasa lebih mudah. Jarang menulis justru membuat kita kebingungan saat ingin memulai.
Dengan rutin menulis, kemampuan kita akan meningkat, dan hasil tulisan pun akan lebih berkualitas. Tiga hal penting yang harus diperhatikan untuk menguasai keterampilan menulis adalah niat yang kuat, latihan yang konsisten, dan kebiasaan membaca serta belajar secara aktif. Proses ini bisa dimulai dengan beberapa langkah sederhana, yaitu:
- Planning (Perencanaan)
Tentukan tema, waktu, dan subjek berita.
- Hunting/News Gathering (Pencarian Informasi)
Kumpulkan informasi baru yang memiliki dampak dan relevansi bagi banyak orang.
- Writing (Penulisan)
Gunakan bahasa yang singkat, padat, dan lugas sesuai kaidah penulisan.
- Editing (Pengeditan)
Pastikan berita sesuai EYD agar jelas dan mudah dipahami.
- Publishing (Penerbitan)
Sebarluaskan berita agar sampai kepada pembaca yang dituju.
Dengan langkah-langkah ini, santri dapat membuat berita yang tidak hanya menarik tetapi juga bermutu, membawa manfaat bagi masyarakat.
Tugas Menantang Bagi Santri: Menyampaikan Kebenaran
Menjadi jurnalis bukan hanya soal teknis, tapi soal komitmen pada kebenaran dan kebermanfaatan. Santri yang menceburkan diri di dunia jurnalistik bukan hanya berkontribusi dalam penyebaran informasi, tetapi juga menjadi pelopor dalam menjaga dan mengarahkan pemahaman umat.
Di era yang dihuni oleh arus informasi yang tak terbendung, jurnalisme telah menjadi mata dan telinga masyarakat. Di antara dinamika ini, peran santri sebagai jurnalis hadir membawa kedalaman dan perspektif yang khas—nilai-nilai yang merujuk pada etika dan kebenaran dari ajaran Islam. Santri bukan hanya menyoroti berita, mereka berperan sebagai penjaga moral yang mengalirkan berita dengan nilai-nilai kebaikan.
Mengapa ini relevan? Dunia berita, yang kerap dipenuhi konten dangkal atau sekadar sensasi, memerlukan sosok yang bukan hanya mencari fakta, tetapi juga mengedepankan manfaat bagi pembaca. Bagi santri, jurnalistik adalah ladang dakwah, tempat di mana prinsip amar makruf nahi munkar bukan lagi sebatas ajaran, melainkan jiwa dari setiap kalimat yang mereka tulis. Melalui pena dan ketikan mereka, berita bukan hanya sekadar informasi, melainkan tuntunan yang bisa mengarahkan khalayak kepada pengetahuan yang baik dan benar.
Referensi
Handayani, D. (2017). Peran jurnalisme warga (citizen journalism) berbasis santri sebagai penyeimbang komunikasi keagamaan lokal Kediri. Mediakita, 1(2), 141-155.
Miftah, M. Z. (2015). Enhancing writing skill through writing process approach. Journal on English as a Foreign Language, 5(1), 9-24.
Yusuf, A. F. (2019). Jurnalisme Santri Melawan Hoaks. Sosio Dialektika, 4(1).



