Poligami, Syariat yang Terzalimi (Bagian 3)

Poligami, Syariat yang Terzalimi (Bagian 3)
Abu Khadijah
A. Poligami sebagai Rahmat dan Keadilan
Poligami sejatinya adalah bentuk rahmat dari Allah ﷻ. Dalam situasi tertentu, poligami dapat menjadi solusi atas berbagai problem sosial, seperti jumlah wanita yang lebih banyak daripada pria, keberadaan janda-janda yang membutuhkan perlindungan, para perawan tua, atau istri yang memiliki keterbatasan tertentu.
Syekh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan bahwa poligami membawa maslahat besar bagi umat manusia. Ia berkata,
“Poligami adalah bagian dari syariat Islam yang sempurna. Dengannya, Allah menjaga kehormatan wanita, menguatkan ikatan keluarga, dan mengurangi kerusakan moral di masyarakat.”[1]
Poligami juga menjadi sarana menegakkan keadilan, khususnya dalam hubungan suami istri. Islam mengatur bagaimana suami harus berlaku adil, terutama dalam perkara lahiriah seperti nafkah dan pembagian waktu. Keadilan inilah yang menjadi syarat utama diperbolehkannya poligami, sebagaimana ditegaskan dalam ayat Al-Qur’an.
Namun, penting dipahami bahwa keadilan yang dimaksud adalah keadilan dalam hal yang mampu dikontrol manusia, bukan keadilan dalam perkara hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ya Allah, ini adalah pembagianku dalam apa yang aku kuasai. Maka janganlah Engkau mencelaku atas apa yang tidak aku kuasai.”[2]
B. Kezaliman Para Wanita
Wahai para wanita, ingatlah bahwa suamimu bukanlah sepenuhnya milikmu. Allah ﷻ dapat menganugerahkan cintanya kepada siapa pun yang Ia Kehendaki. Betapa banyak di luar sana, para wanita yang berangan-angan menjadi posisimu (istri pertama) dan mereka rela meski dimadu oleh suaminya.
Meski tidak suka dimadu adalah hal yang wajar, sangat disayangkan betapa banyak kejadian kurang bagus terjadi sekarang ini. Para wanita yang akhirnya dimadu, mereka menjadikan madunya bulan-bulanan. Istri kedua tidak hanya mendapatkan tekanan dari istri pertama atau keluarga dari sang suami saja, bahkan keluarga dari istri pertama pun ikut terpengaruh juga untuk membuli wanita yang dijadikan sebagai istri kedua.
C. Perhatian kepada Wanita yang Ditinggalkan Suami
Poligami dalam Islam bukanlah sekadar izin untuk memperbanyak istri, tetapi merupakan bentuk rahmat dan solusi sosial yang sangat dalam hikmahnya. Di antara hikmah besar dari pensyariatan poligami adalah memberi naungan bagi para janda yang terabaikan, yang kehilangan tulang punggung keluarga. Para janda harus berjuang keras seorang diri demi menghidupi anak-anak mereka. Tak sedikit dari mereka yang terpaksa menanggalkan kehormatan dan harga diri demi sekadar bertahan hidup, nauzubillah. Di sinilah syariat Islam hadir membawa jalan keluar.
Janda bukanlah wanita yang tercela. Mereka adalah para wanita yang diuji oleh takdir Allah ﷻ dengan kehilangan suami. Sebagian dari mereka masih muda, memiliki anak-anak kecil, dan butuh pendamping hidup yang mampu membimbing dan melindungi. Dalam kondisi seperti ini, poligami bisa menjadi bentuk kepedulian dan perlindungan yang sangat nyata. Bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik, tetapi juga pengokohan sisi psikologis, sosial, dan keagamaan.
Sayangnya, dalam realitas sosial saat ini banyak istri yang menolak mentah-mentah gagasan poligami. Padahal mereka mengetahui bahwa hal itu merupakan bagian dari syariat. Rasa cemburu, ketakutan akan kehilangan perhatian, atau tekanan budaya, membuat para wanita memandang poligami dengan curiga, bahkan penuh kebencian. Padahal, jika seorang istri benar-benar memahami bahwa keikhlasannya mampu menyelamatkan seorang janda dan anak-anak yatim dari kesulitan, tentu ada pahala besar di sisi Allah ﷻ yang menantinya.
Tulisan ini bukan ajakan bagi semua lelaki untuk berpoligami tanpa tanggung jawab, melainkan seruan kepada umat Islam untuk kembali memaknai syariat sesuai tujuan mulianya. Ketika poligami dijalankan dengan niat yang tulus, akhlak yang luhur, dan keadilan yang terjaga, maka ia bisa menjadi jalan ibadah yang penuh kemuliaan. Bagi para istri yang mendukung suaminya dalam menunaikan syariat ini demi menolong kaum janda, itu adalah bentuk pengorbanan dan keikhlasan yang tinggi, yang insyaallah tidak akan sia-sia di sisi Allah ﷻ. Sudah saatnya kita memandang poligami bukan sebagai momok, tetapi sebagai pintu kasih sayang untuk mereka yang membutuhkan uluran tangan dan pelindung dalam hidupnya.
E. Penutup
Poligami adalah syariat Allah ﷻ yang penuh hikmah. Ia merupakan bentuk rahmat dan solusi atas berbagai masalah umat manusia. Namun, syariat ini sering terzalimi oleh berbagai stigma dan penyalahgunaan sejumlah oknum yang tak bertanggung jawab. Oleh karena itu, kaum muslimin harus berusaha mengembalikan anggapan yang benar tentang poligami sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunah berdasarkan pemahaman manhaj Salaf.
Berpoligami dengan ketergesaan tanpa persiapan yang matang akan mendatangkan penyesalan di kemudian hari. Anak-anak jadi tidak terurus dengan baik, sering cekcok dalam rumah tangga, dan yang lebih buruk lagi akan menambah daftar panjang kegagalan poligami. Hal ini tentu akan menambah anggapan masyarakat yang sudah mengecap buruk syariat poligami menjadi semakin buruk. Semoga Allah ﷻ memberikan taufik kepada kita semua untuk memahami dan mengamalkan syariat-Nya dengan benar.
#Al-Ma’tuq #Al-Mathba’ah #Poligami #Syari’at yang diperbolehkan
[1] Al-Mulakhosh Al Fiqhiy karya Syekh Shalih al-Fauzan (2/347).
[2] Abu Dawud dalam sunan-nya nomor 2134 dan Tirmidzi dalam sunannya nomor 1140.



