Brain Rot: Fenomena dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental di Era Digital

Brain Rot: Fenomena dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental di Era Digital
Yan Ferdianza, S.Pd., M.Si.
Pendahuluan
Zaman serba digital saat ini, penggunaan ponsel tidak bisa dihindari, baik oleh anak-anak, orang dewasa, maupun orang tua. Penggunaan ponsel pintar digunakan baik dalam bisnis, sekolah, pekerjaan, maupun informasi di media sosial. Berdasarkan data yang dipublikasikan perusahaan analitik pasar mobile bertajuk “State of Mobile 2024“, berikut adalah peringkat 5 negara dengan rata-rata durasi penggunaan ponsel per hari pada tahun 2023:
- Indonesia – 6,05 jam
- Thailand – 5,64 jam
- Argentina – 5,33 jam
- Arab Saudi – 5,28 jam
- Brasil – 5,02 jam
Negara-negara lain seperti India, Meksiko, dan Singapura juga menunjukkan angka penggunaan yang signifikan, namun Indonesia tetap menduduki peringkat pertama.
Era digital yang serba cepat dan penuh distraksi memunculkan istilah baru. Istilah brain rot mulai sering muncul, terutama di kalangan pengguna media sosial. Secara harfiah, brain rot berarti pembusukan otak, namun istilah ini lebih sering digunakan secara kiasan untuk menggambarkan kondisi di mana seseorang merasa otaknya tumpul, sulit fokus, atau terlalu sering mengonsumsi konten dangkal secara berlebihan. Fenomena ini kian mendapat perhatian karena dianggap berkaitan erat dengan menurunnya kualitas kesehatan mental, terutama pada generasi muda.
Brain Rot
Brain rot bukanlah istilah medis resmi, melainkan istilah populer yang digunakan untuk menggambarkan kondisi di mana otak terasa lelah atau kehilangan ketajamannya akibat konsumsi berlebihan terhadap konten instan, seperti video pendek, meme, atau informasi yang tidak menantang intelektual. Gejala umum yang diasosiasikan dengan brain rot antara lain:
- Sulit fokus dalam jangka waktu lama.
- Kehilangan motivasi atau minat pada aktivitas intelektual.
- Perasaan hampa setelah lama berselancar di media sosial.
- Pola tidur terganggu akibat kecanduan layar.
Fenomena ini sering disamakan dengan efek dari doomscrolling, yaitu kebiasaan terus-menerus mengakses berita negatif tanpa henti yang juga dapat memengaruhi kesehatan mental.
Penyebab Brain Rot
Paparan konten instan dan dangkal, berbagai media seperti TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts memberikan konten cepat yang sering kali tidak memerlukan usaha kognitif. Konsumsi berulang terhadap konten semacam ini dapat menurunkan kemampuan konsentrasi dan kesabaran terhadap informasi kompleks.
Overstimulasi Digital
Otak manusia tidak dirancang untuk menerima rangsangan visual dan auditori secara terus-menerus dalam waktu singkat. Overstimulasi ini bisa menyebabkan kelelahan mental, kebingungan, bahkan kecemasan.
Kurangnya Aktivitas Fisik dan Sosial
Ketika waktu terlalu banyak dihabiskan di depan layar, aktivitas fisik dan interaksi sosial cenderung menurun. Kedua hal ini berperan penting dalam menjaga keseimbangan mental.
Dampak Brain Rot terhadap Kesehatan Mental
Fenomena ini dapat menyebabkan masalah serius jika tidak disadari sejak dini. Beberapa dampak jangka panjang dari brain rot antara lain:
- Penurunan kemampuan berpikir kritis.
- Gangguan suasana hati (mood disorder).
- Kecemasan dan depresi.
- Menurunnya produktivitas belajar atau kerja.
Menurut penelitian dari Harvard University (2021), penggunaan media sosial berlebihan berkorelasi dengan peningkatan gejala depresi, terutama pada usia 18–29 tahun.
Cara Mengatasi dan Mencegah Brain Rot
Berikut beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi atau mencegah brain rot:
- Digital Detox – Batasi waktu penggunaan gawai, terutama aplikasi media sosial.
- Konsumsi Konten Berkualitas – Baca buku, dengarkan siniar edukatif, atau tonton dokumenter.
- Latihan Kognitif – Mainkan teka-teki silang, sudoku, atau aplikasi pelatihan otak seperti Lumosity.
- Aktivitas Fisik dan Sosial – Lakukan olahraga ringan dan interaksi langsung dengan orang lain.
- Mindfulness dan Meditasi – Teknik ini membantu menjaga fokus dan kesadaran penuh terhadap aktivitas saat ini.
Kesimpulan
Brain rot merupakan istilah populer yang mencerminkan realitas psikologis baru di tengah era digital. Meski bukan diagnosis klinis, dampaknya nyata dirasakan oleh banyak individu, terutama generasi muda. Menyadari, memahami, dan mengelola kebiasaan digital menjadi kunci penting untuk menjaga kesehatan mental di tengah derasnya arus informasi dan hiburan instan.
Referensi
Andreassen, C. S., et al. (2017). Addictive use of social media and its association with symptoms of depression and anxiety. Journal of Behavioral Addictions.
Harvard Health Publishing. (2021). Social media use and mental health. Harvard University.
Montag, C., & Walla, P. (2016). Carrying the digital load: Brain health in the age of the smartphone. Frontiers in Psychology.
Newport, C. (2019). Digital Minimalism: Choosing a Focused Life in a Noisy World. Portfolio.
Twenge, J. M., et al. (2021). The association between screen time and mental health among adolescents. JAMA Pediatrics.



