Umum

Keterampilan Berbahasa untuk Syiar Agama

ORDER

Keterampilan Berbahasa untuk Syiar Agama
Oleh Ikhsan Abdul Aziz

Bahasa adalah anugerah besar yang Allah ﷻ berikan kepada manusia. Dengannya, kita mampu berpikir, menyampaikan perasaan, menyebarkan ilmu, hingga mengajak orang-orang menuju kebaikan. Dalam Islam, bahasa menjadi alat utama dalam menjalankan misi kenabian, yakni menyampaikan wahyu dan mengajak umat manusia menuju jalan yang benar. Keterampilan berbahasa tidak hanya penting dalam kehidupan sosial, tetapi juga sangat krusial dalam syiar agama. Sebagaimana dalam Al-Qur’an, kita diperintahkan untuk mengajak sesama.

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. An Nahl: 125)

Dalam konteks pembelajaran bahasa, keterampilan berbahasa mencakup empat aspek utama: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Ya, meski era sekarang juga sudah ada keterampilan memirsa dan mempresentasikan, namun empat keterampilan sebelumnya adalah porosnya. Kegiatan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis tidak bisa dipisahkan dari aktivitas dakwah. Seorang dai harus pandai menyimak kondisi umat, fasih berbicara saat menyampaikan ceramah, tekun membaca sebagai bahan rujukan, dan piawai menulis untuk menyebarkan ilmu dalam bentuk artikel, buku, atau konten digital. Semua keterampilan itu berakar dari pelajaran bahasa. Dalam hal ini bisa bahasa Arab, bahasa Inggris, dan terutama bahasa Indonesia yang mampu dipahami oleh masyarakat Indonesia secara umum.

Bayangkan ketika seseorang berdakwah, namun tidak terampil menyusun kata. Pesan yang semestinya menggugah hati justru bisa terdengar membosankan, menyakitkan, bahkan menimbulkan kesalahpahaman. Di sinilah pentingnya kemampuan menyusun kalimat yang logis, kohesif, dan komunikatif. Dalam bahasa Indonesia ada struktur teks ceramah, kaidah kebahasaan, serta ragam bahasa yang tepat sesuai konteks. Jika dipahami dengan baik, semua itu akan memperkuat daya tarik dakwah.

Contoh tokoh terbaik yang menguasai bahasa secara mumpuni untuk dakwah adalah Nabi Muhammad ﷺ. Beliau dikenal sebagai al-amin bukan hanya karena kejujurannya, tetapi juga karena tutur katanya yang halus dan meyakinkan.

Beliau mengajarkan bahwa perkataan yang baik adalah sedekah dan bahwa seorang muslim yang sejati adalah yang kaum muslimin yang selamat dari lisan dan tangannya. Secara khusus dalam pelajaran Bahasa Indonesia, nilai ini sejalan dengan pembelajaran kesantunan berbahasa, seseorang diajarkan untuk menggunakan bahasa yang tidak menyinggung, tidak menyudutkan, dan tetap menjaga etika berkomunikasi. Jika penutur sudah berpikir positif dan bertutur dengan santun, maka lingkungan sekelilingnya pun akan ikut kondusif meski mungkin dalam kondisi emosi (Kurniadi, Dkk. 2017).

Lebih jauh, keterampilan menulis dalam bahasa Indonesia juga sangat bermanfaat untuk syiar agama. Artikel dakwah, buletin masjid, majalah islami, hingga unggahan media sosial islami adalah contoh nyata dari pemanfaatan keterampilan menulis untuk menyebarkan kebaikan. Dengan memilih kata yang tepat, menyusun paragraf yang runtut, serta memperhatikan kaidah kebahasaan, tulisan dakwah bisa menjadi sarana perubahan dan motivasi umat.

Di sisi lain, keterampilan menyimak pun memiliki posisi penting. Dalam kegiatan keagamaan seperti kajian atau ceramah, seorang pendengar harus memiliki kemampuan menyimak aktif, yaitu mendengarkan dengan perhatian, memahami isi, dan menyimpulkan pesan-pesan penting. Hal ini tentu sejalan dengan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia, yakni membentuk peserta didik yang mampu menyimak berbagai teks lisan secara efektif.

Integrasi antara pelajaran bahasa Indonesia dan syiar agama pada akhirnya melahirkan manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijak dalam berbicara, menulis, dan menyampaikan pesan kebaikan. Keterampilan berbahasa bukan sekadar akademik, melainkan bekal dakwah dan perjuangan. Dakwah dalam Islam adalah suatu kewajiban yang mutlak dilaksanakan oleh setiap muslim menurut kemampuan yang dimilikinya (Syafei & Wahana Putra, 2023).

Maka dari itu, marilah kita jadikan pelajaran bahasa sebagai sarana untuk memperkuat syiar agama. Secara khusus karena tinggal di Indonesia, maka maksimalkan pemahaman kita tentang bahasa Indonesia. Mari kita rawat bahasa kita, kita perhalus tutur kata kita, dan kita gunakan setiap bait tulisan kita untuk mengajak manusia menuju cahaya petunjuk. Sebab, di balik kata yang baik, tersimpan harapan untuk perubahan yang besar. Dan di balik bahasa yang indah, ada cinta Allah ﷻ yang ingin disampaikan.

وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan kebajikan, dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?’” (QS. Fussilat: 33)

Referensi

Kurniadi, F., Hilaliyah, H., & Hapsari, S. N. (2017). Membangun Karakter Peserta Didik Melalui Kesantunan Berbahasa. AKSIOLOGIYA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 2 (1). https://doi.org/10.30651/aks.v2i1.1023
Syafei, A., & Wahana Putra, K. (2023). Penggunaan Bahasa Indonesia Dalam Dakwah Keagamaan. Jurnal Bahasa, Sastra, Budaya, Dan Pengajarannya (Protasis), 2. https://protasis.amikveteran.ac.id/index.php/protasis

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Check Also
Close
Back to top button