Peranan Sekolah dan Pesantren Dalam Penanganan Masalah Mikroplastik

Peranan Sekolah dan Pesantren Dalam Penanganan Masalah Mikroplastik
Denie Fauzie Ridwan
Institusi pendidikan seperti sekolah dan pesantren dapat berperan dalam mengurangi polusi mikroplastik dengan meningkatkan kesadaran dan keterlibatan generasi muda. Jika perubahan dimulai dari lingkungan pendidikan, maka dampaknya dapat meluas ke masyarakat. Beberapa solusi yang dapat diterapkan di lingkungan pendidikan antara lain:
Aturan Penggunaan Plastik
- Melarang plastik sekali pakai dan menggantinya dengan wadah dan botol yang dapat dipakai ulang atau tas ramah lingkungan.
- Mengurangi plastik dalam kemasan makanan dengan alternatif seperti kertas atau daun.
- Menyediakan produk ramah lingkungan seperti sedotan stainles dan peralatan makan yang dapat digunakan kembali.
Pendidikan dan Kampanye
Program pendidikan lingkungan hidup dapat diintegrasikan dalam kurikulum atau sebagai kegiatan ekstrakurikuler. Berikut beberapa kegiatan yang dapat dilakukan.
- Menyelenggarakan penyuluhan tentang bahaya mikroplastik dan cara menguranginya.
- Mengadakan kampanye dan lomba daur ulang sampah plastik.
- Pelatihan pengelolaan sampah yang baik dan benar.
Pengolahan Sampah
Sekolah dan pesantren dapat menciptakan sistem pengelolaan sampah yang efektif untuk mengurangi dampak mikroplastik. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil.
- Menerapkan sistem daur ulang dengan tempat sampah terpisah.
- Membentuk tim pengelola sampah yang melibatkan siswa/santri.
- Mendorong program zero waste untuk mengurangi sampah plastik.
Kolaborasi dengan Lembaga Lingkungan
Kolaborasi ini bisa memperkuat usaha untuk mengurangi polusi plastik di sekitar sekolah atau pesantren. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil.
- Bekerja sama dengan pemerintah dan LSM dalam program pengurangan plastik.
- Berpartisipasi dalam gerakan lingkungan seperti “Hari Tanpa Plastik” atau “World Cleanup Day”.
Monitoring dan Evaluasi
Agar kebijakan pengurangan plastik berjalan efektif, sekolah dan pesantren perlu melakukan monitoring dan evaluasi berkala. Caranya meliputi mencatat jumlah sampah plastik yang dihasilkan setiap bulan untuk mengidentifikasi tren dan mencari solusi pengurangan. Kemudian evaluasi program guna menilai efektivitas kebijakan serta menentukan langkah perbaikan yang diperlukan.
Kesimpulan
Mikroplastik merupakan salah satu masalah lingkungan yang sangat kompleks, namun tidak mustahil untuk diatasi. Dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, beralih ke bahan alternatif, serta meningkatkan pengelolaan sampah, kita dapat mencegah penyebaran mikroplastik yang lebih luas. Dengan menciptakan aturan dan kebijakan yang mendukung pengurangan plastik, serta menyediakan pendidikan tentang dampak negatif mikroplastik, sekolah dan pesantren dapat menjadi agen perubahan yang berpengaruh. Oleh karena itu, mulai dari sekarang, mari kita lakukan langkah kecil yang besar dampaknya untuk masa depan yang lebih bersih dan lebih sehat.
Referensi:
Andrady, A. L. (2011). Microplastics in the marine environment. Marine Pollution Bulletin, 62(8), 1596-1605.
Barnes, D. K. A., Galgani, F., Thompson, R. C., & Barlaz, M. (2009). Accumulation and fragmentation of plastic debris in global environments. Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences, 364(1526), 1985-1998.
Browne, M. A., Dissanayake, A., Galloway, T. S., Lowe, D. M., & Thompson, R. C. (2011). Ingestion of microplastic particles by the shore crab Carcinus maenas (L.). Environmental Science & Technology, 45(14), 6683-6688.
ECOTON. (2021). Penelitian Mikroplastik di Sungai Citarum, Jawa Barat: Dampak Sampah Plastik Terhadap Ekosistem Perairan. Laporan Penelitian ECOTON.
Gregory, M. R. (2009). Environmental implications of plastic debris in marine settings: entanglement, ingestion, smothering, hangers-on, hitch-hiking and alien invasions. Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences, 364(1526), 2013-2025.
Hernandez, E., Macchione, M. A., & Moreira, T. F. (2017). Microplastic ingestion by zooplankton and benthic organisms. Science of the Total Environment, 592, 291-297.
Jambeck, J. R., Geyer, R., Wilcox, C., Siegler, T. R., Perryman, M., Andrady, A., & Narayan, R. (2015). Plastic waste inputs from land into the ocean. Science, 347(6223), 768-771.
Nurhidayah, I., Murniati, S., & Riyanto, H. (2020). Studi mikroplastik di perairan pesisir Bali: Penilaian terhadap potensi kontaminasi dan pengaruhnya terhadap ekosistem laut. Jurnal Lingkungan Laut, 15(2), 110-120.PPLH Bali. (2021). Penelitian Cemaran Mikroplastik pada Jajanan di Bali. Laporan Penelitian PPLH Bali.
Rochman, C. M., Browne, M. A., Halpern, B. S., Hentschel, B. T., & Kleis, S. J. (2013). Policy: Classify plastic waste as hazardous. Science, 339(6124), 1227-1228.
Sanz-Lázaro, C., Marcos, C., & Rueda, L. (2018). Microplastic pollution in marine organisms. Environmental Pollution, 242, 2011-2020.
Setyawan, S. M., Pramudya, A. F., & Anwar, M. (2019). Mikroplastik di pantai Pangandaran, Jawa Barat: Sumber dan potensi dampaknya terhadap ekosistem laut. Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam, 12(3), 210-225.
Smith, M., Love, D. C., Rochman, C. M., & Neff, R. A. (2018). Microplastics in seafood and the implications for human health. Current Environmental Health Reports, 5(3), 375-387.
Yayasan Gita Pertiwi. (2021). Studi Cemaran Mikroplastik pada Jajanan di Solo dan Gresik. Laporan Penelitian Yayasan Gita Pertiwi.



